Kontribusi Saya Sebagai Mahasiswa dalam Mengejar Ketertinggalan Umat Muslim dari Barat dan Memajukan Peradaban Islam Seperti Pada Masa Keemasan Islam.

Runtuhnya masa keemasan Islam ditandai dengan kemunduran Dinasti Abbasiyah, penyebabnya dari kemunduran Dinasti Abbasiyah diantara karena luasnya wilayah kekuasaan yang  terdiri  dari  terdiri  dari  Afrika,  Mesir,  Palestina,  Yaman, Bahrain,  Oman,  Irak,  Afganistan,  dan  Turki.  Menurut  Plato,  negara  yang  wilayahnya terlalu  luas  akan  mempersulit  pemerintah  pusat  untuk  menjaga  dan  mengontrolnya (Zulhelmi,  2007:  35).  Dengan  luasnya  kekuasaan  menjadikan  pemerintah  pusat  sulit mengontrol  para  pejabat  setempat  yang  telah  ditugaskan,  dan  juga  kesulitan  dalam menjaga  keamanan  wilayah  kekuasaan.

 Sehingga terjadi pertengkaran dan juga  perebutan  kekuasaan  di  pusat  pemerintahan  telah  terjadi  sejak  awal  berdirinya pemerintahan  Dinasti  Abbasiyah.  Perebutan kekuasaan antara Ibn  Ali  (paman  aluasaan  antara  alManshur  dan  Abdullah Manshur)  terjadi  karena  Abul  Abbas  telah  menjanjikan  kedudukan khalifah  kedua  kepada  Abdullah  Ibn  Ali,  tetapi  ternyata  yang  menjadi  khalifah  kedua adalah  alManshur.  Sebab  utama  perebutan  kekuasaan  ini,  karena  jauh  sebelumnya  Abul Abbas  telah  menjanjikan  jabatan  khalifah  kedua  kepada  Abdullah  Ibn  Ali,  jika  ia memenangkan  peperangan  melawan  Marwan  II  (Ali,  2003:  356).  Namun  setelah wafatnya  khalifah  pertama  (Abul  Abbas),  kemudian  yang  menjadi  khalifah  adalah  al-Manshur.  Hal  inilah  yang  akhirnya  menjadikan  perebutan  kekuasaan  antara  al-Manshur dan  Abdullah  Ibn  Ali.

Setelah kemunduran Dinasti Abbasiyah umat muslim tidak lagi mengembangkan ilmu pengetahuan dan sibuk dengan persoalan-persoalan akhirat. Seolah mereka ingin mengatakan, ilmu agama (dalam pengertian sempit) lebih penting dari pada ilmu umum (ilmu pengetahuan dan teknologi). Ini adalah awal dari kekuasaan Persia dari dinasti Abbasiyah. Selama 50 tahun, Bani Barmaki telah menikmati pengaruh luar biasa di lingkungan ruang sidang. Bahkan, seringkali keluarga non-Arab terlibat dalam urusan pemerintahan. Dominasi pemerintahan Persia  menjadi pembeda antara dinasti Abbasiyah dan Bani Umayyah. Di masa lalu, dinasti yang berbasis di Damaskus  cenderung Arab-sentris, tidak termasuk non-Arab, termasuk Persia.

Masa keemasan dinasti Abbasiyah berlangsung hingga masa pemerintahan Khalifah al-Mamun (813833). Setelah itu, berbagai badai politik  melanda istana. Alasannya adalah bahwa kelompok non-Arab ambisius lainnya telah muncul. Mereka orang Turki. 

Maka tidak heran jika pada masa 1250 sampai dengan 1800 Islam mengalami masa kemuduran dalam hal ilmu pengetahuan hal ini sebabkan karena pasukan Mughal yang dipimpin oleh Hulagu Khan berhasil membumihanguskan Baghdad yang merupakan pusat kebudayaan dan peradaban Islam pada tahun 1258 M. Maka dari itu, mulai 1250-1800 ilmu pengetahuan lebih didominasi model meringkas (mukhtashar), ta’liqat (catatan tertentu), menjelaskan (syarh) dan hasyiah (penjelasan dari syarh) yang terfokus pada ilmu-ilmu agama seperti tauhid, fikih dan tasawuf, sehingga sulit ditemukan pengembangan dan penemuan-penemuan terbaru dalam ilmu pengetahuan, apalagi teknologi.

Kekuatan politik Islam mengalami penurunan yang luar biasa setelah Bagdad ditaklukkan oleh Bendera dan umat Islam diperintah oleh agama perdukunan Hulagu Khan. Wilayahnya terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil yang tidak dapat bersatu, satu dan lainnya dalam keadaan perang. Peninggalan budaya dan peradaban Islam hancur dan hancur setelah diserang oleh pasukan yang dipimpin oleh Timur Lenk.

Setelah keruntuhan Dinasti Abbasiyah, Ilmu pengetahuan dan budaya mulai dikembangkan kembali di beberapa bidang pemerintahan Islam abad pertengahan. Misalnya, pada masa pemerintahan Kekaisaran Mongolia, sekolah-sekolah dibangun untuk mengajarkan sains dan budaya, filsafat, logika, geometri sejarah, geografi, matematika, dan politik.

Di Mesir, perkembangan ilmu pengetahuan seperti sejarah, astronomi, kedokteran, matematika dan studi agama. Nama-nama besar seperti Ibnu Khaldun, Ibnu Khaldun, dan Ibnu Khaldundi telah tercatat dalam sejarah ilmu pengetahuan. Dalam bidang astronomi, nama Nasir Aldin Altusi dikenal. Di bidang matematika,  Abu Faraj Al ‘Ibry. Obat: Abu al Hasan, Ali al Nafis adalah penemu struktur paru-paru manusia dan peredaran darah. Abd. Dokter Hewan Al Mun`im Al Dimyathi dan Psikoterapi Al Razi. Dikenal di bidang oftalmologi sebagai Salah Al Din bin Yusuf, ia dikenal sebagai pemikir  bidang agama, Ibnu Taimiyah.

Selama pemerintahan Mamudgazan, raja ketujuh Ilkhanate, ia membangun universitas, perpustakaan, observatorium, dan bangunan umum lainnya untuk sekolah Syafi'i dan Hanafi. 

Sedangkan, Perkembangan kebudayaan Islam berlangsung dengan awal banyak kebudayaan manusia dan banyak kebudayaan-kebudayaan berikutnya. Kebudayaan Islam Abad Pertengahan meliputi: Arsitektur Islam berkembang dalam bentuk bangunan masjid yang indah seperti Masjid Almhan Madi, Masjid Agung Slyman, dan Masjid Abiayu Bouar Ansari yang didekorasi dengan  indah. Selain itu, ada 235 bangunan yang dibangun dan disetel oleh  arsitek Anatolia Sinan. Perkembangan kebudayaan Islam  terjadi pada masa Kesultanan Utsmaniyah.

Cara yang dapat saya lakukan untuk ikut berkontribusi dalam mengejar ketertinggalan umat muslim dari Barat dan memajukan peradaban Islam seperti di era keemasan klasik :

  1. Pertama-tama perlu menerapkan konsep-konsep dasar Islam. Di sini Islam  jauh dari kekejaman, teror dan intimidasi. Konsep dasar ini harus ada di tangan setiap Muslim. Memiliki Muslim yang bengis, kejam dan teroris berarti mereka tidak memahami konsep dasar Islam.  Pandangan tentang kebaikan ini sebenarnya harus  ditanamkan dalam benak umat Islam. Oleh karena itu, langkah selanjutnya, termasuk pikiran dan tindakannya, akan memberikan energi positif bagi dirinya, masyarakat, dan lingkungan. Indonesia saat ini merupakan negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat. Ini juga berarti bahwa Indonesia adalah negara demokrasi Islam terbesar di dunia. Kita patut berbangga karena semuanya berjalan lancar sejak  sistem pemilihan presiden 2004 diterapkan.  Islam, atau rakhmatan lil alamin, tidak diragukan lagi sangat berguna untuk menegakkan kebijakan damai. Secara kasar, jika semua umat Islam makmur, Indonesia akan makmur. Bagi umat Islam untuk hidup damai, berarti ada perdamaian di Indonesia. Ini adalah hukum bilangan besar dalam statistik.

 

  1. Hal kedua yang saya lakukan adalah mengikuti, mengawasi dan berpartisipasi dalam jalannya strategi dan taktik terkait erat dalam politik. "Politik" diterjemahkan dari bahasa Arab  sebagai siasah/siasat. Dan penyelidikan itu sendiri tidak memiliki cara lain. Jadi probe dan cara itu  adalah alat. Jika metode tersebut didasarkan pada Islam, agama rahmat, maka semua metode ini harus baik, teratur dan tidak kontroversial.

 

  1. Berupaya bijak dan menyaring dalam penggunaan teknologi, teknologi dapat bersifat konstruktif atau destruktif, tergantung pada isinya. Konten berupa berita bohong yang disebarkan dengan tipu muslihat atau teknologi sangat berbahaya karena tidak dianggap bohong. Teknologi pencitraan dan suara dapat diatur seolah-olah seseorang sedang berbicara karena orang melihat videonya, meskipun itu adalah hasil rekayasa teknologi. Tentu saja, masyarakat umum juga bisa menelan berita palsu tersebut. Mereka tidak tahu bahwa ini semua  adalah manipulasi berbasis keterampilan. Itu sangat merusak dan mengancam kerukunan dan perdamaian.

 

  1. Berpartisipasi dalam pendidikan baik ilmu pengetahuan maupun ilmu Islam di Indonesia, Pendidikan dijadikan sebagai salah satu sarana dalam kemajuan suatu bangsa. Tentu jika kita berbicara tentang pendidikan baik pengetuah atau Islam tidak lepas dari jaringan guru, dosen, dan ulama. Kita sebagai murid atau pengikut mereka perlu menghormati dan menghargai mereka sebagai guru yang telah memberikan kita pendidikan dan pengetahuan.

 

  1. Mendukung didirikannya Pondok Pesantren dan tempat - tempat pendidikan yang bertujuan memberikan manfaat dalam pendidikan.

 

  1. Berupaya  membekali  diri sendiri  untuk  menjadi manusia intelektual berlatarkan muslim.    Intelektual berlatarkan muslim  yang  dimaksud  di  sini  adalah    lapisan muslim  yang  terdidik  yang  mempunyai  peran  dalam mengembangkan  nilai-nilai budaya.    Menurut  Muhammad  Nasir  dalam  bukunya  Peranan  Cendikiawan Muslim,  kaum  intelektual  muslim  adalah  para  cendikiawan  yang  benar-benar  bernafaskan  Islam,  pemikiran  mereka  terikat  bukan  pada  ilmu  dan  teologi tetapi  ideologi  Islam  yang  menjadi  landasan    berpikir  dan  pandangan  hidupnya, keterikatan  mereka  terhadap  ajaran  Islam  tidak    bisa    ditawar-tawar  karena mereka  adalah  intelektual    yang  menghayati  Islam  dan  memperjuangkan kehidupan Islam di dalam masyarakat.

 

  1. Meluruskan image Barat tentang masyarakat muslim, Kesan bangsa Barat terhadap kaum muslimin adalah kaum yang fanatik,  tidak  berkompoten,  fundamentalis,  biadab,  teroris,  otokratis, haus  darah,  inilah  beberapa  atribut  yang  diberikan  oleh  Barat  untuk menggambarkan  kaum  muslimin  dan  masyarakat  muslim.  Dalam  ilmu pengetahuan  dan  literatur  maupun  dalam  jurnalisme  dan  fiksi  populer  kaum muslimin  digambarkan  sebagai  kaum  ganas  yang  haus  darah  memotong  tangan pencuri,  merajam  wanita  pezinah  hingga  mati  atau  mencambuk  orang  yang meminum  alkohol.   Untuk    mencemarkan  Islam,  Barat  menciptakan  sejumlah  teknik  di antaranya,  pemroyeksian  terang-terangan  image  Islam  dengan  menggunakan label-label.  Islam  dipandang  sebagai  sisi  gelap  Eropa,  maka  ketika  Eropa beradab,  Islam  dianggap  biadab.  Ketika  Eropa  mencintai  perdamaian,  maka kaum  muslimin  garang  dan  haus  darah.    Di  Barat  ada  tradisi  demokratis  dan cinta  damai,  maka  kaum  muslimin  despotis  dan  kejam.  Sementara  Eropa bermoral  dan bijak,  maka  kaum muslimin amoral dan bejat.   Image  tentang  Islam  dan  masyarakat-masyarakat  muslim  ini  masih hidup  dan  diabadikan    oleh  buku-buku    fiksi  baru  seperti  Haj  karya  Leon  Uris, Horn  Of  Afrika    karya  Philip  Caputo  dan  lain-lain. 4Oleh  karena  itu,  tugas  dan tantangan  kita  sebagai  kaum  intelektual  muslim  tentu  berupaya  dengan sungguh-sungguh  untuk  mencari  cara  guna  meluruskan  image  yang  100%  tidak benar itu.

 

 

 

 

 


Post a Comment

0 Comments