Runtuhnya masa keemasan Islam ditandai dengan kemunduran Dinasti Abbasiyah, penyebabnya dari kemunduran Dinasti Abbasiyah diantara karena luasnya wilayah kekuasaan yang terdiri dari terdiri dari Afrika, Mesir, Palestina, Yaman, Bahrain, Oman, Irak, Afganistan, dan Turki. Menurut Plato, negara yang wilayahnya terlalu luas akan mempersulit pemerintah pusat untuk menjaga dan mengontrolnya (Zulhelmi, 2007: 35). Dengan luasnya kekuasaan menjadikan pemerintah pusat sulit mengontrol para pejabat setempat yang telah ditugaskan, dan juga kesulitan dalam menjaga keamanan wilayah kekuasaan.
Setelah kemunduran Dinasti Abbasiyah umat muslim tidak lagi mengembangkan ilmu pengetahuan dan sibuk dengan persoalan-persoalan akhirat. Seolah mereka ingin mengatakan, ilmu agama (dalam pengertian sempit) lebih penting dari pada ilmu umum (ilmu pengetahuan dan teknologi). Ini adalah awal dari kekuasaan Persia dari dinasti Abbasiyah. Selama 50 tahun, Bani Barmaki telah menikmati pengaruh luar biasa di lingkungan ruang sidang. Bahkan, seringkali keluarga non-Arab terlibat dalam urusan pemerintahan. Dominasi pemerintahan Persia menjadi pembeda antara dinasti Abbasiyah dan Bani Umayyah. Di masa lalu, dinasti yang berbasis di Damaskus cenderung Arab-sentris, tidak termasuk non-Arab, termasuk Persia.
Masa keemasan dinasti Abbasiyah berlangsung hingga masa pemerintahan Khalifah al-Mamun (813833). Setelah itu, berbagai badai politik melanda istana. Alasannya adalah bahwa kelompok non-Arab ambisius lainnya telah muncul. Mereka orang Turki.
Maka tidak heran jika pada masa 1250 sampai dengan 1800 Islam mengalami masa kemuduran dalam hal ilmu pengetahuan hal ini sebabkan karena pasukan Mughal yang dipimpin oleh Hulagu Khan berhasil membumihanguskan Baghdad yang merupakan pusat kebudayaan dan peradaban Islam pada tahun 1258 M. Maka dari itu, mulai 1250-1800 ilmu pengetahuan lebih didominasi model meringkas (mukhtashar), ta’liqat (catatan tertentu), menjelaskan (syarh) dan hasyiah (penjelasan dari syarh) yang terfokus pada ilmu-ilmu agama seperti tauhid, fikih dan tasawuf, sehingga sulit ditemukan pengembangan dan penemuan-penemuan terbaru dalam ilmu pengetahuan, apalagi teknologi.
Kekuatan politik Islam mengalami penurunan yang luar biasa setelah Bagdad ditaklukkan oleh Bendera dan umat Islam diperintah oleh agama perdukunan Hulagu Khan. Wilayahnya terbagi menjadi beberapa kerajaan kecil yang tidak dapat bersatu, satu dan lainnya dalam keadaan perang. Peninggalan budaya dan peradaban Islam hancur dan hancur setelah diserang oleh pasukan yang dipimpin oleh Timur Lenk.
Setelah keruntuhan Dinasti Abbasiyah, Ilmu pengetahuan dan budaya mulai dikembangkan kembali di beberapa bidang pemerintahan Islam abad pertengahan. Misalnya, pada masa pemerintahan Kekaisaran Mongolia, sekolah-sekolah dibangun untuk mengajarkan sains dan budaya, filsafat, logika, geometri sejarah, geografi, matematika, dan politik.
Di Mesir, perkembangan ilmu pengetahuan seperti sejarah, astronomi,
kedokteran, matematika dan studi agama. Nama-nama besar seperti Ibnu Khaldun,
Ibnu Khaldun, dan Ibnu Khaldundi telah tercatat dalam sejarah ilmu pengetahuan.
Dalam bidang astronomi, nama Nasir Aldin Altusi dikenal. Di bidang
matematika, Abu Faraj Al ‘Ibry. Obat:
Abu al Hasan, Ali al Nafis adalah penemu struktur paru-paru manusia dan
peredaran darah. Abd. Dokter Hewan Al Mun`im Al Dimyathi dan Psikoterapi Al
Razi. Dikenal di bidang oftalmologi sebagai Salah Al Din bin Yusuf, ia dikenal
sebagai pemikir bidang agama, Ibnu
Taimiyah.
Selama pemerintahan Mamudgazan, raja ketujuh Ilkhanate, ia membangun universitas, perpustakaan, observatorium, dan bangunan umum lainnya untuk sekolah Syafi'i dan Hanafi.
Sedangkan, Perkembangan kebudayaan Islam berlangsung dengan awal banyak kebudayaan manusia dan banyak kebudayaan-kebudayaan berikutnya. Kebudayaan Islam Abad Pertengahan meliputi: Arsitektur Islam berkembang dalam bentuk bangunan masjid yang indah seperti Masjid Almhan Madi, Masjid Agung Slyman, dan Masjid Abiayu Bouar Ansari yang didekorasi dengan indah. Selain itu, ada 235 bangunan yang dibangun dan disetel oleh arsitek Anatolia Sinan. Perkembangan kebudayaan Islam terjadi pada masa Kesultanan Utsmaniyah.
Cara yang dapat saya lakukan untuk ikut berkontribusi dalam mengejar ketertinggalan umat muslim dari Barat dan memajukan peradaban Islam seperti di era keemasan klasik :
- Pertama-tama perlu menerapkan
konsep-konsep dasar Islam. Di sini Islam
jauh dari kekejaman, teror dan intimidasi. Konsep dasar ini harus
ada di tangan setiap Muslim. Memiliki Muslim yang bengis, kejam dan
teroris berarti mereka tidak memahami konsep dasar Islam. Pandangan tentang kebaikan ini
sebenarnya harus ditanamkan dalam
benak umat Islam. Oleh karena itu, langkah selanjutnya, termasuk pikiran
dan tindakannya, akan memberikan energi positif bagi dirinya, masyarakat,
dan lingkungan. Indonesia saat ini merupakan negara demokrasi terbesar
ketiga setelah India dan Amerika Serikat. Ini juga berarti bahwa Indonesia
adalah negara demokrasi Islam terbesar di dunia. Kita patut berbangga
karena semuanya berjalan lancar sejak
sistem pemilihan presiden 2004 diterapkan. Islam, atau rakhmatan lil alamin, tidak
diragukan lagi sangat berguna untuk menegakkan kebijakan damai. Secara kasar,
jika semua umat Islam makmur, Indonesia akan makmur. Bagi umat Islam untuk
hidup damai, berarti ada perdamaian di Indonesia. Ini adalah hukum
bilangan besar dalam statistik.
- Hal kedua yang saya lakukan adalah
mengikuti, mengawasi dan berpartisipasi dalam jalannya strategi dan taktik
terkait erat dalam politik. "Politik" diterjemahkan dari bahasa
Arab sebagai siasah/siasat. Dan
penyelidikan itu sendiri tidak memiliki cara lain. Jadi probe dan cara
itu adalah alat. Jika metode
tersebut didasarkan pada Islam, agama rahmat, maka semua metode ini harus
baik, teratur dan tidak kontroversial.
- Berupaya bijak dan menyaring dalam
penggunaan teknologi, teknologi dapat bersifat konstruktif atau
destruktif, tergantung pada isinya. Konten berupa berita bohong yang
disebarkan dengan tipu muslihat atau teknologi sangat berbahaya karena
tidak dianggap bohong. Teknologi pencitraan dan suara dapat diatur
seolah-olah seseorang sedang berbicara karena orang melihat videonya,
meskipun itu adalah hasil rekayasa teknologi. Tentu saja, masyarakat umum
juga bisa menelan berita palsu tersebut. Mereka tidak tahu bahwa ini
semua adalah manipulasi berbasis
keterampilan. Itu sangat merusak dan mengancam kerukunan dan perdamaian.
- Berpartisipasi dalam pendidikan baik
ilmu pengetahuan maupun ilmu Islam di Indonesia, Pendidikan dijadikan
sebagai salah satu sarana dalam kemajuan suatu bangsa. Tentu jika kita
berbicara tentang pendidikan baik pengetuah atau Islam tidak lepas dari
jaringan guru, dosen, dan ulama. Kita sebagai murid atau pengikut mereka
perlu menghormati dan menghargai mereka sebagai guru yang telah memberikan
kita pendidikan dan pengetahuan.
- Mendukung didirikannya Pondok
Pesantren dan tempat - tempat pendidikan yang bertujuan memberikan manfaat
dalam pendidikan.
- Berupaya membekali diri sendiri untuk
menjadi manusia intelektual berlatarkan muslim. Intelektual berlatarkan muslim yang
dimaksud di sini
adalah lapisan muslim yang
terdidik yang mempunyai peran
dalam mengembangkan
nilai-nilai budaya. Menurut Muhammad
Nasir dalam bukunya
Peranan Cendikiawan
Muslim, kaum intelektual muslim
adalah para cendikiawan yang
benar-benar bernafaskan Islam,
pemikiran mereka terikat
bukan pada ilmu
dan teologi tetapi ideologi
Islam yang menjadi
landasan berpikir dan
pandangan hidupnya,
keterikatan mereka terhadap
ajaran Islam tidak
bisa ditawar-tawar karena mereka adalah
intelektual yang menghayati Islam
dan memperjuangkan kehidupan
Islam di dalam masyarakat.
- Meluruskan image Barat tentang
masyarakat muslim, Kesan bangsa Barat terhadap kaum muslimin adalah kaum
yang fanatik, tidak berkompoten, fundamentalis, biadab,
teroris, otokratis,
haus darah, inilah
beberapa atribut yang
diberikan oleh Barat
untuk menggambarkan
kaum muslimin dan
masyarakat muslim. Dalam
ilmu pengetahuan dan literatur maupun
dalam jurnalisme dan
fiksi populer kaum muslimin digambarkan sebagai
kaum ganas yang
haus darah memotong
tangan pencuri, merajam wanita
pezinah hingga mati
atau mencambuk orang
yang meminum alkohol. Untuk
mencemarkan Islam, Barat
menciptakan sejumlah teknik
di antaranya,
pemroyeksian terang-terangan image
Islam dengan menggunakan label-label. Islam
dipandang sebagai sisi
gelap Eropa, maka
ketika Eropa beradab, Islam
dianggap biadab. Ketika
Eropa mencintai perdamaian, maka kaum muslimin
garang dan haus
darah. Di Barat
ada tradisi demokratis dan cinta damai,
maka kaum muslimin
despotis dan kejam.
Sementara Eropa
bermoral dan bijak, maka
kaum muslimin amoral dan bejat.
Image tentang Islam
dan masyarakat-masyarakat muslim
ini masih hidup dan
diabadikan oleh buku-buku fiksi
baru seperti Haj
karya Leon Uris, Horn Of
Afrika karya Philip
Caputo dan lain-lain. 4Oleh karena
itu, tugas dan tantangan kita
sebagai kaum intelektual muslim
tentu berupaya dengan sungguh-sungguh untuk
mencari cara guna
meluruskan image yang
100% tidak benar itu.
0 Comments